'/>

Tuesday, 7 October 2014

Biasanya akan selalu ada cerita lain saat menceritakan cerita, saat menceritakan tentang pendakian Lawu aku tak akan benar-benar bercerita tentang pendakiannya tapi aku akan bercerita tentang wajah-wajah ayu nan kepayahan yang ingin berusaha berjuang menerobos jalanan setapak penuh liku batu, menanjak, curam, berdebu, yang ingin berjuang menerobos batas-batas diri. Wajah-wajah yang terlalu lugu untuk mengenal kata lelah yang terlalu, wajah-wajah yang sebelumnya harus dipaksa untuk mengerti nilai sebuah keprihatinan, wajah-wajah yang sebelumnya sukar untuk diajak mengenal kejadian bersusah-susah diri, wajah-wajah yang sebelumnya tak begitu tahu bagaimana menghargai jerih payah yang amat menyakitkan tatkala tahu langkah kaki yang berjalan itu tak selamanya berjalan di tanah ataupun jalanan yang lurus-lurus saja, jalanan yang datar tak bertantangan, dan yang sebelumnya tak pernah memberi arti bahwa setiap langkahmu ketika bersamaan kau cucurkan keringat di situlah ada sebuah harga perjuangan yang tak mudah di raih tapi sebenarnya terus menempa rasa optimis kita untuk mau berjuang lebih keras lagi meraih sesuatu.




Wajah-wajah cantik yang terlalu sayang jika dibedaki oleh alam dengan serbukan bubuk debu pegunungan yang kadang bisa menyebabkan sesak nafas dan menjadi batuk, tapi sepertinya mereka tak hirau dan beberapa jam kemudian alam malah lebih memoles mereka dengan cantik lagi dengan make up semangat, ketegarangan, rasa harus terus selalu terlihat optimis, dan make up - make up yang menjadikan hati mereka semakin terlihat cantik. Hanya saat di tengah-tengah jalan setapak berdebu menanjak berbatu di tengah-tengah hutan gunung di tengah-tengah rasa lelah kepayahan yang kadang harus membuat beberapa dari kita sesak menahan mata yang berkaca-kaca perih, kita akan melihat seorang wanita memancarkan sisi kecantikan abadi mereka yang entah itu berasal dari hati mereka, semangat mereka, ataupun rasa tegar mereka. Yang pasti kau tetap pasti akan melihatnya.


Saat aku ingin bercerita tentang suatu malam di jalur pendakian Lawu, aku ingin bercerita tentang serangan udara dingin yang membabi buta, tentang untuk yang pertama kalinya aku melihat mereka merengek, pertama kalinya aku melihat wajah kecapaian yang berusaha mengumpat mengutuki penat yang dari peluh-peluh mereka jalanan setapak yang tandus dan berdebu bisa menjadi basah gembur seperti habis disapu gerimis hujan hutan gunung yang datang hanya kala-kala. Saat aku ingin bercerita tentang suatu malam di jalur pendakian Lawu, aku ingin bercerita tentang sendawa dan kentut yang gencar meledak di tengah-tengah dari mereka yang cantik-cantik dan dari kami yang tengah mengelilingi api unggun yang anggun, yang sedang berusaha mengakrabkan diri, kemudian setelahnya karena itu kami terbahak-bahak tanpa beban bersalah dan malah hal itu membuat kami semakin intim mengenal masing-masing sisi dari sifat lain yang sehari-hari sebelumnya disembunyikan rapat. Sepertinya malam itu kami tak mengenal sekat atau batas di mana harusnya kami sudah harus cukup merasa akrab, kemudian yang terjadi yang tak akrab berusaha mengakrab-akrabkan diri, yang sudah akrab ingin lagi berkeras diri untuk lebih mengkrabkan diri, yang sudah sangat akrab ingin lagi berusaha menunjukkan akrabnya adalah yang terbaik di antara yang lain. kemudian akrab menjadi karib, dan malam itu malam di mana kami seperti terlahir tanpa mengenal jarak, jikapun tadinya berjarak, jaraknya melebur, terpanggang menjadi abu, kemudian menguap hilang tak berbekas di dalam gemeratak api unggun yang menyalakan keakraban dan menghangatkan rasa kebersamaan yang indah yang dulu-dulu tidak mungkin terpikirkan akan seakrab ini.

Terima-kasih untuk bincang-bincang akrabnya, terima-kasih untuk secangkir teh atau wedang jahe yang beraroma perkawanan indah yang tiap teguknya menghangatkan urat dan pita tenggorokan lalu menjadikan kita semua bisa berbincang-bincang lebih lama tentang semua hal sepanjang malam saat itu secara lebih akrab. Terima-kasih untuk kesediaan kalian menjajal bersusah-susah diri dan mencoba bersenang-senang dengan keprihatinan.





Beauty is certainly a soft, smooth, slippery thing, and therefore of a nature which easily slips in and permeates our souls. - Plato, Lysis

Posted on Tuesday, October 07, 2014 by Unknown

No comments

Wednesday, 2 April 2014



Petualangan kembali di mulai,

Lawu lagi lawu lagi, berpetualang lagi berpetualang lagi :D


Aku sendiri bukan seseorang dengan jiwa petualang yang baik, seseorang yang hanya gampang terpengaruh oleh bisikan-bisikan halus dalam bentuk rayuan teman-teman yang tangguh dan hebat, terima kasih untuk teman-temanku yang sudah menjadi sahabat yang baik bagiku :D


Dan sekali lagi curamnya gunung lawu tidak lebih tinggi dari semangat kami untuk menjejakan sejarah kami sebagai salah satu dari sekian pendaki penakluk puncak lawu, untuk beberapa kalinya. hoyak hoyak :D


Jam 4.30 sore aku berangkat naik motor dapet pinjeman dari seorang kakak yang ganteng, baik hati, dan suka makan soto; Dia adalah jeng jeng jeng : Faiz Lare Angon, halo bang Faiz semoga tetap sehat selalu, tetap bisa jadi kakak yang baik hati dengan sering2 mentraktir tahu kupatnya, amien.


Pukul 05.30 sore tepat aku pun sudah tiba di base camp jalur pendakian gunung Lawu, Cemoro Kandang, tidak ada yang berubah sama sekali saat kali terakhir 3 bulan yang lalu aku berkunjung ke gunung Lawu untuk berkamping di pos 2 yang juga berada di jalur pendakian Cemoro Kandang ini. Bisa lebih cepat karena lalu lintas gak begitu padat seperti hatiku yang lagi macet karena overload kebanyakan memikirkan kamu. Ahaha.


Memang benar ternyata kenyataan hidup itu tak seindah, seiya, sekata seperti apa yang kita bayangkan, gak tau itu indah anaknya siapa, kenyataannya dia hidup, hahahapaan sih :D



Setelah semua rombongan berkumpul dan lengkap berjumlah 17 buah anak manusia sesuai dengan daftar antrian sembako yang telah ditulis dan disepakati kita bersiap untuk segera berangkat membawa misi pendakian ke puncak seperti harapan dan cita-cita kami sebelumnya yang sudah jauh jauh kami rencanakan sebelum kami lahir, eh.. :D tapi beberapa puluh detik setelah persiapan akhir tersebut cuaca eskrim maknum infiniti (nyomot istilah dari teman saya) eh ekstrim ding, kembali dengan galaknya ramah menyapa kami, hujan langsung dateng begitu deras sekali seperti satu gayung air yang langsung dicurahkan dengan cepat dan kuatnya menyapu dan menyentor wc saat aku sedang buang air besar, belum lagi badai, guntur, kilat, halilintar yang cetar membahanong.. dan hanya diperlukan waktu sekitar 6 jam kemudian, (iya Cuma 6 jam -_- saja) untuk bisa kembali merangkai harapan dan impian kami tentang indahnya menikmati tanjakan di jalur setapak berbatu yang panjang, terjal, berliku, berbahaya dan hanya mampu dilalui dan dilakukan oleh para pemimpi professional ini. Apalagi bagi sebagian dari kami ini adalah merupakan malam puncak untuk malam pertama kami mendaki, deg-degan, gemetaran, gugup, dan gelisah tapi seneng-seneng gimana gitu haiyah haiyah persis seperti pengantin baru yang lagi baru-barunya pertama masuk kamar pengantin hokya hokya opo kui :D


Detik-detik menjelang proklamasi eh persiapan akhir




So.. bakso so so miso sooooo… kita akhirnya berhasil berangkat setelah menunggu redanya hujan dan cuaca kembali bersahabat (bersahabat? Sok kenal -_- ) tepat saat aku nengok jam tangan temanku yang menunjukkan pukul 02.30 dini hari waktu setempat sodara-sodara.


Sekali lagi kita prepare, cek ulang semua peralatan perang kami untuk bertempur melawan kabut dingin, tanjakan terjal, dan jalur setapak yang penuh kesulitan untuk menguji  tangguhnya stamina fisik dan tekad dari jiwa petualang kami :D


Setelah pengecekan ulang dan melewati tahap seleksi eliminasi dan semua dari kami sudah genap, gak ada yang ilang, sehat, dan masih normal semua, gak ada yang galau tiba-tiba curhat pacarnya ilang diambil orang atau apa banget gitu, kami pun segera mungkin tanpa pake lama-lama setelah mengadakan ritual berdoa bersama langsung mulai menyikat abis salah satu jalur pendakian dari 2 jalur utama yang disajikan oleh gunung Lawu ini. Bismillahirahmanirahim..

Jadi tepat sekitar pukul 03.00 dini hari kami mulai melakukan pendakian. Kali inilah merupakan petualangan mendaki pertamaku yang di mulai sebegitu paginya.
 
Break sejenak ditengah jalur pendakian

Aku yang sudah ketiga kalinya make jalur ini, saat beberapa kesempatan yang lalu juga sedang mencicipi menu petualangan mendaki, sudah tidak asing lagi mengenali jalur tempuh dan beberapa jurus antisipasi kesulitan lainnya yang disajikan dengan apik oleh jalur yang lumayan safety dari segi kecuraman dan keterjalanan jalurnya ini. Jadi tidak memakan banyak waktu untuk menyesuaikan diri menghadapi beberapa kesulitan saat menggunakan jalur ini.


Karena kehalang oleh kondisi cuaca yang eskrim maknum infiniti (istilah temenku), akhirnya misi kali ini di planning ulang dan hasilnya disepakati bahwa target tidak wajib mencapai puncak dan maksimal kita hanya mendaki sampai di pos 3, tapi gimanapun tidak mengurangi serunya aktifitas petualagan kami menjelajahi gunung lawu salah satu maha karya Tuhan yang indah yang menyajikan alam beserta segala macam hal yang menakjubkan bagi jiwa petualang kami ini.


Oiya tipsnya ketika mendaki gunung saat musim penghujan gini mesti lebih berhati-hati karena otomatis medan menjadi becek, gembur, dan rawan longsor, serta peralatan harus lebih komplit dari biasanya tenda jangan sampe lupa banget, jas hujan, obat-obatan yang berkaitan dengan flu khususnya, dan stamina harus disiapin lebih fit dari biasanya, kalau kita lagi dipertengahan jalur mendaki dan keadaan hujan tapi tidak begitu deras lebih baik tetap berjalan atau sekadar menggerakkan badan supaya tidak gampang terserang rasa dingin yang bisa memicu gejala serangan hipotermia atau sebuah kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan kondisi sulit mengatasi tekanan melawan suhu dingin, kecuali menemukan pos atau gubuk untuk berteduh dan memungkinkan kita membuat api unggun, bawa perbekalan makanan yang bisa menunjang stamina kita saat sedang beraktifitas di musim hujan seperti makanan yang mengandung bahan kedelai, susu, dan kacang-kacangan eh kacang betulan lho maksudnya.



Aku malah lebih menghawatirkan beberapa teman kami yang dalam pendakian kali ini adalah venue perdana mereka mencoba berpetualang dengan mendaki ini, khususnya para cewek.


Aku salut kepada mereka, banyak keterbatasan fisik yang seharusnya tidak mengizinkan mereka untuk memaksakan diri melakukan salah satu aktifitas ekstrim ini justru malah yang lebih semangat-semangatnya. Terjatuh, terpelanting, terpeleset, kram, terkilir, hampir sesak nafas, dan lain sebagainya tetap tidak meruntuhkan wajah-wajah ayu mereka untuk tetap mengembangkan senyum dengan anggunnya. Hei para cowok masa kini yang mendambakan cewek solihah dan tahan banting yang cocok buat dijadiin calon ibu untuk anak-anak kalian; merekalah wanita-wanita tepat untuk dijadikan idaman kalian Ciuw ciuw :D



Pernah melihat orang yang menjadikan hujan sebagai payung mereka? Itulah kami, hujan malah bagai seperti menyelimuti tubuh kami, membasuh dan menyamarkan tetesan peluh dan keringat yang menggenang di tengah upaya kami melawan rasa lelah dan penat, seperti hujan ingin melindungi kami dari cibiran rasa kelelahan tersebut.


Dingin sih dingin, capek sih capek, dan gimanapun cuaca dan kondisinya tetep gak bisa bikin kami gentar serta mundur gitu aja untuk berpetualang dan menerima tantangan yang ada. 



Setiap para pendaki mempunyai cerita unik dan lebih keren dibandingkan dengan serunya film 5 cm, Into The Wild, atau film-film petualangan lainnya. Setiap para pendaki mempunyai cerita yang bisa dibagi sebagai oleh-oleh yang gak pernah bisa habis kepada teman-teman dan semua orang. Cerita petualangan yang gak bakal lekang oleh waktu, yang tetap ada lintas zaman dan tidak usang atau kadaluwarsa untuk dikonsumsi kembali oleh anak cucu kita sebagai kisah yang mudah dicerna moral mereka dengan baik yang mempunyai kandungan gizi lezat tentang petualangan, jiwa pemberani, indahnya persahabatan, hati yang penuh cinta : alam, lingkungan, sesama, nikmatnya rasa berbagi, belajar menolong dan mendahulukan kepentingan orang lain disaat kita sendiri sedang sulit sekalipun, dan akan selalu menarik walau kisah ini akan kita di ceritakan ulang, di ceritakan lagi, dan lagi..


Kami adalah mereka yang suka berpesta di tengah sunyi dan tenangnya hutan pegunungan yang jauh dari gemerlap peradaban, kami adalah mereka yang suka berfoya-foya dengan satu cangkir teh hangat dan mie instant rebus hasil memasak dari peralatan sederhana yang menyalakannya memerlukan perjuangan tersendiri, Kami adalah mereka yang suka bermalas-malasan dibawah teduhan gubuk kecil atau tenda kemah yang dikepung oleh dinginnya kabut tebal dan air hujan sekaligus.

Kami adalah mereka yang suka memanjakan diri didekat gemeratak kayu yang di bakar menjadi api unggun untuk sekadar mengusir rasa dingin, penat dan kecapaian yang seru diantara sela-sela tetes-tetes embun dingin pegunungan.


 
Hangat bercengkerama ditengah jeda istirahat pendakian


“A man on foot, on horseback or on a bicycle will see more, feel more, enjoy more in one mile than the motorized tourists can in a hundred miles.” ~ Edward Abbey


“Seseorang yang berpetualang dengan kaki mereka, pada punggung kuda, atau dengan bersepeda bisa memandang lebih banyak, merasakan lebih banyak , dan menikmati perjalanan lebih banyak walau hanya dalam satu mil daripada mereka para pelancong yang mengendarai kendaraan bermotor yang sudah menempuh jarak ratusan mil jauhnya”

~Edward Abbey



Dibuang sayang :





 

Posted on Wednesday, April 02, 2014 by Unknown

No comments

Wednesday, 1 January 2014

Beberapa hari ini banyak yang update status atau sekadar berbagi info entah dipesbuk, tuiter, microsoft word (lho?) ataupun situs jejaring sosial lainnya tentang malam tahun baru, liburan tahun baru, menyambut tahun baru, saya pun gak mau kalah ikut-ikutan rame malah banyakin baca doa semoga nanti malam pergantian tahun baru gak hujan tapi bedanya mereka doa sambil pegang terompet, kembang api, atau pernak pernik wah untuk ritual malam tahun baru saya malah cuma bisa pegang satu tas yang gak gede amat yang cuma bisa diisiin botol aq*a 1,5 literan, parafin, beberapa bungkus mie instant sama sarung.

Ya, saya ingin mencoba menghabiskan malam pergantian tahun baru masehi ini dengan sesuatu yang berkesan beda.

Saya mencoba untuk melatih ego saya untuk tidak iri ketika yang lain 'ngalor-ngidul' sambil niup terompet, nyalain kembang api dan tertawa-tawa riang dengan berkumpul bersama teman atau keluarga ditengah hiruk pikuknya sebuah gebyar acara yang dipadati ribuan orang ditengah-tengah kota dengan membandingkan saya yang nanti akan memeras keringat menghalau pekatnya kabut malam yang dingin bahkan kabut yang cenderung mengembun basah seperti menjadi percik-percik air hujan, dingin dan basah. Saya yang nanti harus berjuang menjaga keseimbangan untuk tidak terpeleset atau jatuh kekubangan air, yang meraba-raba jalanan setapak berbatu cadas dan keras dengan penerangan senter kecil seadanya, yang mencoba terlihat menikmati rebusan kopi dengan alat survival sederhana saat badan menggigil kedinginan gak karuan, yang coba membuat berisik di tengah pohon-pohon liar nan kokoh yang membisu angkuh di sekeliling alam bebas tempat saya berpijak. Mungkin terbayang kontras sekali dengan orang-orang yang menghabiskan malam tahun barunya dengan memadati area hiburan atau kawasan acara ramai ditengah-tengah kota yang dipenuhi gemerlap kembang api dan segala hiruk pikuk kemeriahannya tapi sebenarnya tidak ada yang berbeda sama sekali karena sama-sama tentang masalah kesenangan hati bahkan cenderung lebih baik dari segi kepuasan batin atau sekedar kebanggaan diri. Kenapa bisa begitu? karena saya melaluinya dengan tidak sendiri tetapi ditemani oleh teman-teman yang sama, yang satu kesenangan, satu tujuan, satu tekad, satu kekuatan, satu hobi dan satu pemikiran yang unik, yang saya kenal dan yang saya sebenarnya tidak kenal sama sekali yang mendaki bersama dalam satu gunung. Ya saya menghabiskan malam pergantian tahun baru dengan kembali mendaki gunung bersama-sama teman hebat saya, teman yang bisa diharapkan sekali membantu saat kita sedang dalam kesusahan, teman yang mempedulikan kita saat tidak ada orang lain yang bisa memberi perhatian kepada kita, teman yang panik dan tidak akan pernah bisa tenang saat kita sedang dalam kesulitan, teman yang mungkin memang tidak bisa selalu membantu menyelesaikan masalah kita tapi mereka selalu bisa ada disamping kita setiap saat, kapanpun.

Walau mendaki kali ini, di moment yang spesial kali ini tidak bisa target sampai ke puncak tapi kesenangan dan kepuasan saya tidak berkurang kadarnya sedikitpun karena saya bisa tetap menikmati keagungan alam karya Tuhan beserta teman-teman yang peduli dan menyayangi saya dengan sepenuh hati dan sebisa mereka.

Terimakasih Tuhan untuk nikmatnya petualangan saya kali ini, tidak ada yang lebih berkesan lagi saat ini.





























Bertemu dengan 'para sahabat' :





 





Di buang sayang : 





Ciee yang lagi marahan ciee


"Tentang embun pagi yang bersahaja, tentang hati yang bertabur mimpi, tentang angin yang berhembus mesra, tentang perjalanan hati, tentang Lawu." mendengarkan Letto - Sebelum Cahaya.
 

Posted on Wednesday, January 01, 2014 by Unknown

2 comments