'/>

Showing posts with label Its Awesome. Show all posts
Showing posts with label Its Awesome. Show all posts

Friday 15 May 2015


Masih pagi, tapi deru lalulalang kendaraan yang membingar dengan hingarnya sudah menelan suara yang dimantapkan langkah kaki saya menghampiri seseorang, mengatur sapa secara halus memakai kalimat tepat di pinggir jalan jam 8 pagi,
“Ayo cepat berangkat, biar tidak terlalu siang! Tak mengapa, kan?”
“Oke, tunggu Pak Wi Dulu” “Baiklah” “Itu dia, ayo persiapan sekali lagi dan berangkat!”

Setelah itu sisa percakapan selanjutnya kami nikmati sambil duduk manis di atas bendi si roda dua menggiringnya mencari jalanan yang menghampar digelarkan ke tujuan piknik kami, Rumah kami di sekitaran daerah Solo tak membuat kami terantuk tahan enggan gapai menuju piknik yang jauh, justru keinginan, rasa penasaran yang selalu berbinar tentang mencari tujuan yang bisa mencampurkan kami dengan alam serta keseluruhan tekad kami jauhnya malah melebihi hitungan kilometer tujuan piknik membuat segala sesuatu tentang perjalanan kali ini sesuatu yang malah menyenangkan terlepas di jalan pasti kepanasan, belum disibukkan mengipas tangkis berbagai macam polusi, serta kondisi tubuh yang berjuang melawan penat dan capai selama perjalanan tersebut.

 Pernah mendengar ungkapan yang ‘dibablas’, kan? Malu bertanya sesat di jalan, banyak bertanya memalukan. Cukuplah tak ambil serius dengan ungkapan yang coba dijenakakan tersebut, tapi ungkapan berbau mbanyol itu setia berteman dan mencandai kami di sepanjang jalan kami menuju ke tempat piknik tersebut, ya menyeruakkan kegelian kami melihat polah diri kita sendiri yang sempat juga dibuat bingung, wira-wiri, muter-muter, mencari jalan menuju tempat piknik tersebut karena jujur saja tak bermaksud bermalu hati menyebutkan jika sebenar-benarnya memang baru kali yang pertama inilah kami menuju curug atau biasa juga disebut air terjun tujuan piknik kami tersebut.

Kami tak sekadar menempuh perjalanan yang lama tapi juga berjibaku dengan segenap likuan, kelokan, turunan dan tanjakan khas geografis semarang yang termasuk wilayah berbaris bukitan. Belum lagi masih harus berputar-putar di beberapa titik pemberhentian yang ada warga sekitar untuk mengulur tanya letak persis arah jalan tuju curug tersebut. 2 Jam kami habiskan berkendara di bendi roda dua ditambah 1 jam berputar-putar, tersesat, salah jalan, kebingungan, kehilangan arah, dan di sinilah sebuah filosofi pelajaran perjalanan kami tempuh, kami lewati, kami dapati, kami belajar.

 Kami jadi tahu jika berjalan menuju perjalanan ke jalan yang arahnya benar perlu suatu proses perjuangan yang tak mudah, suatu pelajaran yang baik dan bijak tentang terus bertahan bersikap baik sangka, pantang menyerah, terus berusaha supaya kelak jika masanya menemukan kita akan menemukan akhir yang indah, ujung perjalanan yang benar, dan tutup cerita dengan segala pengalaman buruk baik yang berharga. Kenapa kami bisa menemukan tujuan kami akhirnya? Karena kami percaya saat-saat kami hampir putus asa dan kehilangan harapan biasanya di situlah kami sudah sangat dekat dengan tujuan kami tersebut, maka kami tak berhenti dan menemukannya. Pelajaran kecil yang berharga besar bagi kami kali ini.

 Tak lebih dari tiga jam akhirnya sampailah bagi kami untuk menumpahkan luap-luap hati yang riang gembira, saatnya perjalanan yang sebenarnya kami mulai.

Yang dinanti-nanti tiba, yang dipendam dalam bersitan-bersitan benak yang tak berkesudahan itu sekarang sudah bisa dipandang, dipijak, dinikmati senyata-nyata jadi. Kami tiba akhirnya di Desa Kalisidi, Gunung Pati, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Tempat tepatnya keberadaan Curug Benowo dan Curug Lawe yang hanya terpisah menyabang beberapa ratus meter saja masing-masing.

Kami dipersilahkan, disambut, didekap secara baik sekali oleh alam sekitar yang menghamparkan barisan bukit, pohon-pohon yang rindang menjulang gagah, keramahan wajah-wajah pribumi sekitar dari yang berprofesi sebagai para mas-mas ahli parkir, akang-akang yang jualan siomay berderet di pinggir jalan masuk menuju curug, para pedagang minuman dan makanan kecil, sampai pada adek-adek kecil yang berkulit cokelat panggang karena terlalu seringnya berbiasa main bertatap terik sinar matahari, semuanya serba bersahabat sekali.

 Kami segera membaurkan berjalan sebagai pejalan setelah genap semua persiapan dari menaruh motor yang sudah dipastikan terparkir dengan baik sampai menghitung satu dua barang bekal sekedar makanan kecil untuk berjaga-jaga di tengah perjalanan. Tak jauh, tapi dipandang mata pun tak cukup dekat, begitulah trek yang kami gambarkan menuju jalur curug yang menghabiskan ukur meter di angka 1700-an. Di sinilah kami memulai berjalan yang sebenar-benarnya, kami membaurkan diri karena kami tak sedang menikmatinya bertiga saja, banyak para teman-teman lainnya turut merombong ,beriringan, sejalan, menyatu padu setujuan menuju Curug.



Separuh perjalanan sampai hampir penghabisan medan yang berliku menerjal menuju Curug, kami disuguhi dengan sekonyong-konyong jalur yang terasa sekali menguji ketahanan berjalan kami, jalur setapak yang membatu berserak sembarangan, sedikit sedikit menanjak tak keterlaluan, tapi kadang pun turunan malah harus berhati-hati. Tapi kami senang-senang saja, kami tetap menunjukkan diri sebagai pejalan yang menyenangkan, kami tetap sesekali beramah tamah sebentar untuk sekadar saling menyuguhkan senyum pada pejalan lain yang berpapas pandang saat bersimpangan arah.






 Cuit burung-burung memang tak semeriah biasa yang disajikan hutan kebanyakan tapi tak mengurangi indah teduh rimbanya jalur sekitaran yang kami lalui, ya kawasan ini masih lumayan lebat marimba boleh disebut sebagai area hutan wisata karena memang Curug ini berlokasi menjorok di sekitar pedalaman kawasan perbukitan yang masih asri sekali dengan rimbunnya pepohonan-pepohonan alam sekitar, bahkan di tempat ini juga menyediakan area pandang Lutung, karena di tempat ini juga adalah rumah bagi beberapa kelompok hewan yang termasuk dalam jenis mamalia yang hampir punah dan dilindungi ini, tapi kala itu kami tak bisa beruntung dan leluasa mencari-cari keberadaan mereka yang suka bergelantungan sesenangnya di pohon-pohon besar yang kami yakini itu adalah pohon tempat mereka menaungkan diri, beredar asumsi di kepala saya kalau mungkin besar mereka tak menampak adalah hari ini hari berkunjung ke curug yang lumayan gaduh ramai dan hilir mudik orang-orang berlalulalang riuh sekali karena itu mereka enggan berdekat-dekatan di sekitar area jalur treking menuju Curug yang menyatu lebat berimba tersebut, alih-alih kalau bisa menampakkan diri.









Kami terus riang, kami menjaga suasana hati tetap senang, berjalan seberapapun lama tak urus hirau, kami akan selalu bahagia dengan segala penat kaki, cucur peluh, dan kesulitan-kesulitan trek yang turun-temanjak, kami sudah terlanjur terlalu senang sekali. Akhirnya hal-hal itulah yang menggiring kami sampai di depan air terjunnya dengan tak terasa menghabiskan hamburan ribuan jejak tapak kaki kami, peluhpun diseka sekena dan gampangnya saja, kaki yang capai kembali menemukan titik tumpu tegaknya, penat? Tak digubris sama sekali, karena memang tak terasa sekali.




Sebagai pejalan kali ini saya dan teman-teman berhasil sekali menikmati panorama rimba yang cantik, kesejukan permai alamnya, keteduhan barisan ribuan pohon dan flora-flora yang menghijaukan lautan titik pandang, di suasana yang tetap bisa senyap dan tenang meski agak ramai riuh dengan keberadaan pejalan pejalan lain. Gemericik riakan aliran air yang pergi turun menghilir tepat bertempat bersebelahan di sepanjang jalur trekking kami, cuit-cuit burung beberapa kali saja, udara aroma pegunungan yang dihirup selalu segar sekali, teduh sejuk segala flora yang rimbanya melebat tak berkesudahan, dan segala –gala hal lainnya yang tak bisa dikatai apa-apa selain dengan teduh, indah, tenang dan menyenangkan sekali mengucap syukur secara terus menerus di sini setia sekali mendekap kami seluruhnya tak kurang satu apapun sampai perjalanan untuk kembali ingat rumah dan pulang tiba.

 Saya akan segera sampai di rumah, bersamaan itu pula saya akan juga segera merindui pohon sandal yang disusun meranting cabang berdaun sandal-sandal bekas yang dikumpul bentuk menyerupa pohon itu, merindui pula pada seurai tali panjang yang tak seberapa yang disimpul kebentuk pola jaring laba-laba yang masih bertemakan sandal bekas dengan tagline :Jepit-derman-nya, pula pada buih-buih air curug yang diterjun-sungkurkan ke bawah dengan keras lagi deras tak habis-habis hingga membiaskan setampak percikan warna warna merah jingga kuning hijau biru nila ungu-nya, merindui melihat setiap kelipatan radius beberapa ratus meter sekian disediakan di sana kantung-kantung dan jerigen besar tempat buang sampahnya, merindui diri yang tersimpul-simpul geli pada kala membaca sepatok papan bertulis, “Yang membuang sampah pada tempatnya segera bertemu jodoh”.

Benar sekali, alam masih bersahabat baik, baik sekali, kadang malah kita sendiri yang membuat alam tak senang bersahabat dengan kita, dia marah dan kadang menjadikan di beberapa titik alam diubah sebagai bencana, kita tak bisa menjaga alam, kita tak dibisakan menjaga alam, kita yang seharusnya menjaga diri kita untuk tak serakah, tamak, atau memicu alam marah dan tak bersahabat sama sekali, paling tidak kita harus bisa menjaga diri kita untuk tidak berhasrat atau bahkan malah memiliki tabiat membuang sampah sembarangan. Alam akan berterima-kasih sekali memiliki sahabat seperti kita, Mari berpiknik untuk mari terus bersahabat dengan segala kebaikan alam. 

Posted on Friday, May 15, 2015 by Unknown

1 comment

Sunday 18 January 2015



Gunung Andong, Dia tidak menyembunyikan ketinggian seperti kebanyakan pegunungan lain, dia bersahaja, dia merendah, tak lebih dari 1.463 mdpl, tapi cukup harus bertenaga menempuh selama dua jam untuk bisa menancap pijak kokoh kaki di belukar semak puncak, Bukan pada setapak trek yang mengular meliuk naik, atau kesulitan menyeimbangkan tegap badan dibuat untuk melangkahi berjengkal demi jengkal trek yang semakin menghulu, atau dasar watak keluh yang ada pada saya ketika dihadapkan pada hal yang menyulit yang membuahkan beban tersendiri dalam perjalanan..


 Tapi karena pada saat itu saya dipaksakan keadaan untuk merasai badai yang sedang bergemuruh camuk tiada habisnya, pula pada remah air air langit yang turun menggerimis tak rampung-rampung, kabut yang meluas ledak menebar batasan jarak pada segala penjuru titik pandang..


 Kala itu kabut semakin membekukan suasana, Kala itu kabut seperti menari mengirama iring pada cuaca yang sedang menyendu kelam, kabut itu juga sekaligus menabuh bunyi-bunyian deru gemeringsing mirip nyanyian ombak menyinambung tiada habis yang pecah digubah laut pasang.


Pada potret yang berhasil ditangkap mata lensa buram berkemampuan ala kadarnya ini menghasilkan lihat kabut itu sedang berkuasa merubah sudut pandang, meniadakan beberapa titik jangkau pandang, dan memburamkan sekitaran area nikmat pandang yang harusnya dari situ saya bisa melihat alam hijau yang bersolek cantik yang menghampar pamer geografis wilayah Salatiga, Semarang, dan Magelang ini.


Tapi saya tetap menikmati, setidaknya saya memperoleh kenikmatan dari perjuangan yang lumayan menguras moril dan tenaga tapi terbayar lunas dengan genapnya beberapa pengalaman sekaligus sebagai pejalan kali ini.


Posted on Sunday, January 18, 2015 by Unknown

2 comments

Saturday 22 November 2014


Ayolah perdengarkan sebentar-sebentar saja, barang hanya sejenak tentang lesat-lesat semburat jingga di garis ufuk yang bersudut barat yang sedang bercengkerama dengan diriku sekarang ini, mereka ternyata selidik tahu jika aku tidak sedang menikmati mereka, mereka tahu kalau aku tidak sedang bersenang-senang di detik-per detik ujung sayunya menuju ke arah pudar lalu berlanjut menghitam pekat kemudian hilang tanpa ada berbekas, benarlah kau... Aku tidak sedang berbahagia melihat apa yang sebahagian besar para manusia menamainya dengan "sunset yang berparas indah", jika lebih dari ingin sekadar sebentar saja kau mau meluang cermat, cermatilah... Pada arak-arakan awan gumawan yang berbasuh bias warna jingga matang itu seperti sedang berlomba-lomba berberat lambai, seperti tak ingin dia hanya muncul pada saat penghabisan hari saja, yang hanya sebentar sekedar menjadi gincu penghias sendunya matahari ingin bersalam pisah,

"Aih, bukan bermaksud aku ingin berbantah menyela tentang takdir tugas yang diembankan kepadaku, tapi menjadi sesobek sinar penghabisan yang dicipta hanya sekadar redup-redup seperti ini sangatlah mengesalkan barang sekali-kali, kau tahu kenapa hei manusia? Karena aku berberat hati hanya sebentar saja muncul lalu bersudah enyah begitu saja, rampung sudah! Sedangkan kalian akan bersenang-senang memotretiku, berpose dengan segala riuh ceria perasaan kalian, kadang bahkan aku sempat mendapati diriku sedang beriri hati kepada kalian ini, kalian setelah menyelesaian urusan memandangiku di tempat yang bernama senja ini kalian akan berpulang ke rumah masing-masing, banyak kalian tertawa bersama-sama sambil berpaling menapak langkah menjauhiku, yang sebenarnya tak usah kau pergi dahulu aku pasti akan menghilang sendiri, kalian akan gampang hati menamai kesenangan ini sebagai sesuatu yang berakhir dengan indahnya saat bersamaan aku yang sedang dilenyap waktu, ah cepatlah kau sela aku tak akan rampung merajuk-rajuk!" Si semburat sisa letupan sinar panggang nan bengis matahari tadi siang itu mencoba mendesakku tanda pintanya untuk menimbrung berbalik pendapat.

"Oh, tidak kami sebagai pemuji ketiadataraan indahnya dirimu meski hanya segores atau kadang hanya nampak setengah sisa gorespun tidak pernah mendapati kami akan bertindak angkuh seperti itu, kami tentulah tetap cermat merasai apa saja dari sekadar siak wasangkamu kalau kami hanya menjadi penikmat senja belaka, kau lebih dari sekedar pengindah mata, penyejuk jiwa dan peneduh hati, saking sebagian dari kami saja yang tak bisa menggelar cakap atau bisa dengan mudahnya menawarimu untuk mendekat, menyesap secangkir teh bersama-sama kami, tentulah kami sangat sekali ingin lebih berakrab-akrab denganmu daripada sekadar memandangimu saja, ayolah jangan terus-terus bermendung murung, akan tambah digesa gelap saja nanti paras senja yang kami elu-elukan ini..."

Dia, si semburat yang tadi berkilat-kilat menyala kesal tapi tetap terpandang indah pada kami itu tak balik menyahut, malah kini digerus pudar mereka berlaun lambat merayap lenyap, tak berpamit...

"Ah sudahlah, besok akan aku teruskan dengan diperjelas, saat kembali bersua dan bercakap dengan kau ini wahai si selendang senja cantik, bahwa aku tetap salah seorang manusia yang akan tetap mencinta kalian hei si semburat jingga yang berkelebat-kelebat dengan eloknya setiap senja, akan kuberitahu kalian bahwa sebenar-benar jujur, hanya kalianlah sesuatu yang keemas-emasannya jauh maha tinggi dan lebih berharga dari logam mulia yang malah dari sejak awal dinamai emas itu, tunggulah di sini lagi pada esok hari, aku akan membujuk mesra kau untuk memudarkan semua kekesalanmu pada dirimu sendiri, yang kau harus lakukan adalah titi cermat memandang lalu mengenali dirimu sendiri yang simpanan indahnya belum benar-benar kau kenali, ah habis tara untuk menggambarkan gemulai pancaran indahmu dengan sekadar kata-kata."


Selamat menjelang petang wahai semburat berkilat jingga yang memburai indah nan elok melekuk cantik.

“Ô, Sunlight! The most precious gold to be found on Earth.”  Roman Payne

Posted on Saturday, November 22, 2014 by Unknown

No comments

Thursday 13 November 2014

Aku pernah memijak gunung dan mendaki dengan gegapnya ribuan alasan kesenenangan, tapi tak kudapati yang lebih merayu hati dan bisa membuatku tak tanggung membuang cinta di gunung-gunung selain pada perkenalan sesama pejalan yang berakhir karib, kemudian pada aroma rebusan air teh selama bincang-bincang guna penyeduhan rasa akrab yang lebih hangat, dan hal-hal berbasa-basi lainnya.

Hatiku tak benar-benar terantuk jatuh kemudian terserak buang pada pegunungan, tak pernah kudapati sekalipun meski rapatnya belukar semak-semak kusibak berharap menemu makna tentang apa yang sebenarnya kucari di gunung. 

Ya aku menemukan jawabannya, bukan pada karya skulptur Sang Maha Cipta berbentuk bidang bersudut tiga meruncing memuncak ini tapi pada cerita-cerita, pada menyederhanakan kesenangan dalam hal-hal yang menurutku bisa mudah memberi makna seperti di atas tadi.


“All mountain landscapes hold stories: the ones we read, the ones we dream, and the ones we create."
-George Michael Sinclair Kennedy-



Posted on Thursday, November 13, 2014 by Unknown

No comments

Wednesday 23 October 2013

Cinta memang tak harus memiliki, tak harus memiliki perhatiannya setiap saat tapi kamu yakin dia selalu ada untukmu, cinta tak harus memiliki segenap kelebihan beserta apa-apa yang membuatmu selalu merasa bahagia dan tidak pernah sedih tapi kamu yakin sepanjang waktu bisa selalu nyaman bersamanya.. Kalo cinta tak harus memiliki karena salah satu dari kita berbeda, cinta tak harus memiliki karena salah satu dari kita merasa tak pantas itu baru fuckin damn bullshit! omong kosong!



 Karena :




  












" Love is the power to see similarity in the dissimilar."
"Cinta adalah kekuatan untuk melihat satu kesamaan dalam sebuah perbedaan.."
-Theodor Adorno-

Cinta bukan tentang tak harus memiliki, cinta bukan tentang perbedaan, cinta bukan tentang hal apapun bahkan cinta bukan tentang cinta itu sendiri bagiku Cinta itu berarti hanyalah kamu dan aku..

Posted on Wednesday, October 23, 2013 by Unknown

No comments

Thursday 26 September 2013

Aku gak tau kalo ternyata dari hanya iseng melihat sebuah film bisa memberikanku inspirasi besar dalam dunia cinta, el, ou, vi, i, love.. tentang cinta, untuk cinta, kepada cinta, semua adalah tentang cinta.

Seorang seniman sekaligus pujangga, penulis, deklamator, manusia yang percaya akan kekuatan impian, humanis, idealis,dan fantastis yang bisa dibilang fiktif tapi tidak fiktif; Zafran aka Juple, karena Zafran inilah seorang Esabi Wibowo terlahir kedunia untuk mengatakan cinta, untuk terinspirasi lebih dalam tentang cinta, dari cinta, arti sebuah cinta...

"Cinta.. ada, hanya untuk cinta.." -the best of Zafran-

Dan sebagai wujud dari upayaku memberikan keindahan kata-kata, memberikan cinta, menebar setiap rasa cinta, tentang cinta, kepada semuanya, kepada semesta, kepada cinta dibawah inilah potongan sebuah perlakuan cinta kepada cinta...




terus besoknya :




terus lagi :



lagi dan sekali lagi :




kemudian pula :



dan pada akhirnya :

ternyata cinta belum bertemu dengan cinta, cinta belum menemukan cinta, cinta tidak mengizinkan cinta masuk ke dalam keindahan cintanya cinta.. tapi dengan lantunan indah bait-bait puisi atas nama cinta, aku tetap berkarya, tetap melanjutkan impianku tentang cinta, tentang harapan yang penuh cinta, doa yang ada untuk cinta, serta dengan semangat yang terbalut penuh, terlalu rapat dengan cinta, merasuk ke semua aliran sel darah dan setiap hembus nafasku dengan cinta..

Semangat ya Cinta.


Benar-benar suatu Anugerah terindah, maha karya Tuhan semesta yang agung


bad luck crazy rabbit  calm down crazy rabbit     kill myself crazy rabbit      head crazy rabbithelp crazy rabbit   boohoo crazy rabbit
makkkkk gagal maning gagal maning hadehhhh





Posted on Thursday, September 26, 2013 by Unknown

4 comments