Ayolah perdengarkan sebentar-sebentar saja, barang hanya sejenak tentang lesat-lesat semburat jingga di garis ufuk yang bersudut barat yang sedang bercengkerama dengan diriku sekarang ini, mereka ternyata selidik tahu jika aku tidak sedang menikmati mereka, mereka tahu kalau aku tidak sedang bersenang-senang di detik-per detik ujung sayunya menuju ke arah pudar lalu berlanjut menghitam pekat kemudian hilang tanpa ada berbekas, benarlah kau... Aku tidak sedang berbahagia melihat apa yang sebahagian besar para manusia menamainya dengan "sunset yang berparas indah", jika lebih dari ingin sekadar sebentar saja kau mau meluang cermat, cermatilah... Pada arak-arakan awan gumawan yang berbasuh bias warna jingga matang itu seperti sedang berlomba-lomba berberat lambai, seperti tak ingin dia hanya muncul pada saat penghabisan hari saja, yang hanya sebentar sekedar menjadi gincu penghias sendunya matahari ingin bersalam pisah,

"Aih, bukan bermaksud aku ingin berbantah menyela tentang takdir tugas yang diembankan kepadaku, tapi menjadi sesobek sinar penghabisan yang dicipta hanya sekadar redup-redup seperti ini sangatlah mengesalkan barang sekali-kali, kau tahu kenapa hei manusia? Karena aku berberat hati hanya sebentar saja muncul lalu bersudah enyah begitu saja, rampung sudah! Sedangkan kalian akan bersenang-senang memotretiku, berpose dengan segala riuh ceria perasaan kalian, kadang bahkan aku sempat mendapati diriku sedang beriri hati kepada kalian ini, kalian setelah menyelesaian urusan memandangiku di tempat yang bernama senja ini kalian akan berpulang ke rumah masing-masing, banyak kalian tertawa bersama-sama sambil berpaling menapak langkah menjauhiku, yang sebenarnya tak usah kau pergi dahulu aku pasti akan menghilang sendiri, kalian akan gampang hati menamai kesenangan ini sebagai sesuatu yang berakhir dengan indahnya saat bersamaan aku yang sedang dilenyap waktu, ah cepatlah kau sela aku tak akan rampung merajuk-rajuk!" Si semburat sisa letupan sinar panggang nan bengis matahari tadi siang itu mencoba mendesakku tanda pintanya untuk menimbrung berbalik pendapat.

"Oh, tidak kami sebagai pemuji ketiadataraan indahnya dirimu meski hanya segores atau kadang hanya nampak setengah sisa gorespun tidak pernah mendapati kami akan bertindak angkuh seperti itu, kami tentulah tetap cermat merasai apa saja dari sekadar siak wasangkamu kalau kami hanya menjadi penikmat senja belaka, kau lebih dari sekedar pengindah mata, penyejuk jiwa dan peneduh hati, saking sebagian dari kami saja yang tak bisa menggelar cakap atau bisa dengan mudahnya menawarimu untuk mendekat, menyesap secangkir teh bersama-sama kami, tentulah kami sangat sekali ingin lebih berakrab-akrab denganmu daripada sekadar memandangimu saja, ayolah jangan terus-terus bermendung murung, akan tambah digesa gelap saja nanti paras senja yang kami elu-elukan ini..."

Dia, si semburat yang tadi berkilat-kilat menyala kesal tapi tetap terpandang indah pada kami itu tak balik menyahut, malah kini digerus pudar mereka berlaun lambat merayap lenyap, tak berpamit...

"Ah sudahlah, besok akan aku teruskan dengan diperjelas, saat kembali bersua dan bercakap dengan kau ini wahai si selendang senja cantik, bahwa aku tetap salah seorang manusia yang akan tetap mencinta kalian hei si semburat jingga yang berkelebat-kelebat dengan eloknya setiap senja, akan kuberitahu kalian bahwa sebenar-benar jujur, hanya kalianlah sesuatu yang keemas-emasannya jauh maha tinggi dan lebih berharga dari logam mulia yang malah dari sejak awal dinamai emas itu, tunggulah di sini lagi pada esok hari, aku akan membujuk mesra kau untuk memudarkan semua kekesalanmu pada dirimu sendiri, yang kau harus lakukan adalah titi cermat memandang lalu mengenali dirimu sendiri yang simpanan indahnya belum benar-benar kau kenali, ah habis tara untuk menggambarkan gemulai pancaran indahmu dengan sekadar kata-kata."


Selamat menjelang petang wahai semburat berkilat jingga yang memburai indah nan elok melekuk cantik.

“Ô, Sunlight! The most precious gold to be found on Earth.”  Roman Payne