Terlalu banyak nantinya kau dapati cakap cerita dari orang-orang rantau penggadai tenaga dan waktu pada tuan-tuan bandar pengupah, pemilik bidang kerja jikalau pada tempat mereka menimbun keringat sebagai pelumas mata gerigi penggerak usaha untuk berkaya diri majikannya mereka mendapati para tuan-tuan yang berbudi baik, bersahaja, tak beda pandang urusan adil, melayangkan dengan apik tata kebijakan, sampai yang disayang-sayang bak mengelus tangan kanan tuan-tuan itu sendiri.

Kemudian setelah tamat berkisah tentang itu mereka masih akan mengajakmu menuntaskan bagian paling akhir tentang saat-saat mudahnya cara memeras peluh membandingkan kerasnya perasan-perasan milikku dan milikmu,

"Ahoi, beruntungnya mereka-mereka!"

Begitulah jika kita terseret tenggelam alur menikmati kumpulan alkisah mereka, tapi tak kudapati jua barang sepungutpun, meski gusarku cermat menelaah dan menyibak dasar-dasar sisi lain yang kulantun dalam harap harusnya hadir ada dari mereka, ketika kuminta dipaparkan adakah dari mereka yang bisa memetik nikmat, mengukir pahatan kalimat menjadi sebuah definisi apik serupa saat mereka sedang menggaumkan kata-kata pujaan berbau harum pada kala hati mereka terjatuh kepada perawan-perawan ayu penambat pandangan, untuk menjabarkan pekerjaan mereka adalah rumah mereka.

Aku hanya ingin ada yang berkelakar bangga tentang pekerjaan mereka yang bisa seperti rumah bagi mereka, ketika mereka berangkat bekerja berarti pulang ke rumah melabuhkan segenap hati, tempat di mana kau menambatkan hal-hal yang tak kenal bosan dikerjakan setiap hari dengan tulus tanpa berbeban, tempat yang saat ada seseorang bertanya nama tempatmu bekerja kau akan menyahut jawab dengan kata rumah, tempat di mana tidak hanya menemukan sebuntal harapan sekadar menyambung asa untuk mengepul tungku dapur tiap esoknya.
Wishly, the job like my home.